Header

Header

ABOU BAKR

Sebelum menikah, perempuan yang sekarang menjadi isterinya adalah penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia berasal dari keluarga yang cukup fanatik memegang teguh ajaran para leluhur. Aluk Todolo, nama kepercayaan yang dianut perempuannya itu.

Aluk Todolo adalah agama leluhur suku Toraja. “Aluk” bermakna aturan atau cara hidup. “Todolo” artinya leluhur, nenek moyang. Agama para leluhur.

Sejak 1970, Aluk Todolo menjadi bagian dari sekte Hindu. Hindu Alukta. Meskipun sebenarnya Aluk Todolo bukan Hindu. Bahkan, seperti halnya penganut Towani Tolotang, penganut Aluk Todolo menolak disebut Hindu. Aluk Todolo, ya Aluk Todolo! Hindu, ya Hindu! Keduanya berbeda, meskipun memiliki kemiripan.

Persoalan administrasi membuat mereka harus atau ‘dipaksa’ menerima identitas yang baru, sebagai Hindu. Orde baru hanya mengakui lima agama : Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha. Mereka harus memilih salah satu dari lima agama. Menolak titah penguasa sama saja mempersulit diri sendiri. Artinya, meskipun mereka percaya kepada sang pencipta yang mereka sebut sebagai Puang Matua (Tuhan Yang Maha Mulia), kepercayaan mereka tidak duakui negara. Tidak diakui sama saja tidak mendapat perlindungan. Tidak diakui, artinya mereka adalah orang-orang yang tidak beragama, tidak bertuhan. Dan komunis itu, katanya, tidak bertuhan. Tidak beragama. Komunis, di era Orba, tidak boleh tumbuh di bumi nusantara. Wajib ditumpas. Sampai ke akar-akarnya.

Pada 2016, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan No. 97/PUU-XIV/2016. Aluk Todolo sudah setara dengan agama-agama lain.

Seperti muda-mudi lainnya, Abou dan perempuannya juga pacaran. Awalnya memang hanya iseng-iseng, kata Abou. Namun, lama kelamaan, hubungan mereka menjadi kian lekat. Semakin sulit berpisah.

Hubungan yang awalnya iseng-iseng itu akhirnya berubah menjadi hubungan yang tak bisa hidup tanpamu. Aku tanpamu, butiran debu.

Mereka sudah saling percaya. Saling memberi cinta, perhatian dan kasih sayang. Tulus menerima kekurangan masing-masing sebagaimana mereka bersuka cita menyambut kelebihan dan keistimewaan masing-masing.

Tapi keyakinan, Anda tahu sendirilah, acapkali menjadi ancaman serius pada apapun yang disatukan atas nama cinta. Meskipun, kata orang, cinta selalu punya cara menemukan jalannya sendiri, tapi berapa banyak sejoli yang terhempas karena perbedaan keyakinan?

Abou adalah orang yang realistis. Masalah hubungannya, ia mengajak perempuannya untuk berfikir realistis.

“Keyakinan sepertinya akan menjadi penghalang kita manunggal di dalam cinta. Di hadapan kita, ia berdiri kokoh. Seperti gunung. Saya berdiri di sisi baratnya, dan kau di sisi timur. Kita tidak saling bertemu. Dan tangan kita terlalu mungil untuk merobohkannya. Kecuali,....”

“Kecuali apa?”, sambar perempuan itu

“Kecuali jika salah satu di antara kita memilih mengikuti yang lain. Namun, saya harus menyampaikan ini, saya ikhlas dengan keyakinan yang saya sekarang. Saya bahagia menjadi muslim. Situasi ini benar-benar rumit. Bagaimana denganmu? Sungguh saya tidak punya hak memaksakan keyakinan saya untuk kamu ikuti. Kamu punya keyakinan sendiri yang kamu yakini kebenarannya, sama seperti saya”, kata Abou pada perempuannya suatu hari.

"Beri saya waktu satu minggu untuk memikirkan hal ini, Abou", kata perempuan itu.

Satu minggu kemudian, perempuan itu datang. Ia memutuskan ikut Abou. Abou merasa senang. Abou melamar. Orang tua perempuan itu tidak keberatan dengan keputusan anaknya. Demi masa depan si anak. Lamaran Abou diterima.

Kepada Abou, orang tua perempuan itu berpesan agar Abou menuntun anaknya menjadi manusia yang benar, dan juga beragama dengan benar.

Posting Komentar

0 Komentar