Header

Header

KHOTBAH

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ ,يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْن

Hadirin….

Mari kita selalu bersyukur kepada Allah swt. atas semua pemberian nikmat-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada Baginda Rasulillah Muhammad saw., ujung tombak pembawa pelita kehidupan bagi segenap umat manusia.

Selanjutnya, kami mengajak kepada jamaah mari kita berupaya secara terus menerus memperbarui dan meningkatkan kuantitas maupun kualitas  amal ibadah, keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Harapan dari upaya tersebut tidak lain adalah mudah-mudahan di akhir hayat kita kelak ketika dipanggil Allah swt. keber-Islaman kita betul-betul dalam keadaan yang terbaik sehingga menjadi khusnul khatimah. Aamiin..

Hadirin, Jamaah shalat jumat yang dimuliakan Allah Swt.

Cobalah sekali-kali kita membayangkan, bagaimana rasanya memiliki rumah yang besar, tetapi hanya diri kita sendiri yang menempati. Bayangkanlah jika kita tinggal di sebuah kota besar yang tak ada penduduk lain, kecuali diri kita. Mungkin, kita dapat membayangkan jika kita sendirian menonton film bagus di sebuah gedung bioskop. Pasti tidak akan menarik, bahkan menimbulkan rasa sunyi dan pedih di hati. Memang ada dorongan nafsu manusia yang selalu ingin menguasai semua kekayaan dan barang yang ada di sekeliling kita, yang mendorong seseorang untuk selalu menonjol, kalau bisa, tak ada yang menyaingi. Dalam tradisi kekuasaan Jawa, tidak boleh ada dua matahari. Sementara itu, menurut istilah Al-Quran, naluri ini disebut sebagai fir’aunisme. 1

Kecenderungan hati terhadap harta digambarkan oleh Allah SWT;

 زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ  ( آلِ عِمْرَان: ١٤ )

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak laki-laki, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik." (QS Ali Imran: 14)

Hadirin, Jamaah shalat jumat yang dimuliakan Allah Swt.

Apa yang digambarkan oleh Allah Swt. tersebut merupakan sesuatu yang faktual. Sesuatu yang benar adanya. Dalam pengalaman kehidupan keseharian, acapkali kita mendapati orang yang selalu saja ingin menerima dan gemar meminta, sehingga sekilas seseorang tersebut tampak laiknya sebagai seorang pengepul. Padahal, secara materi, orang tersebut sudah lebih dari cukup, bahkan kelebihan materi. Mereka adalah orang yang kaya secara materi, namun jiwanya miskin, hatinya miskin. Orang seperti ini, setiap ada peluang selalu ingin mengambil. Karena kemiskinan hati dan jiwanya serta hasrat menerima dan kehendak mengambil yang menggebu, pada gilirannya mengantar mereka kepada perilaku korup.

Berkebalikan dari itu, orang yang jiwanya tercerahkan dan terpenuhi oleh rasa syukur justru kebahagiaan dirinya diraih dengan banyak memberi, sekalipun pemberian itu tidak selalu dalam bentuk materi. Melalui hal itu, seseorang akan merasa bermakna dan berharga. Pribadi seperti ini lazim disebut sebagai pribadi yang melimpah.

Hadirin, Jamaah shalat jumat yang dimuliakan Allah Swt.

Zakat Sebagai Kesalehan Sosial

Salah satu perintah bagi orang Islam adalah zakat. Dalam struktur rukun Islam, zakat berada di urutan ketiga setelah syahadat dan shalat. Shalat merupakan ibadah yang diwajibkan Allah swt. kepada setiap mukallaf, muslim yang sudah diwajibkan menjalankan perintah agama.

Shalat adalah momen seorang hamba betawajjuh dengan Allah swt. Shalat juga merupakan ibadah yang sifatnya personal, sehingga ia menjadi simbol kesalehan individual atau kesalehan ritual seorang hamba. Meskipun, shalat yang benar-benar didirikan dan tidak sekedar dilaksanakan, sejatinya akan bermuara juga pada kesalehan sosial.

Al-Qur’an sering menggandengkan perintah zakat setelah perintah shalat. Sedikitnya ada 24 tempat ayat Al-Qur’an menyebut shalat dan zakat secara beriringan, di antaranya adalah ;

وَاَقِيۡمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارۡكَعُوۡا مَعَ الرّٰكِعِيۡنَ

Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” (QS. Al-Baqarah : 43)

وَاَقِيۡمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّکٰوةَ . وَمَا تُقَدِّمُوا لِاَنفُسِكُم مِّن خَيرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللّه .

‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِيۡرٌِ

Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 110)

اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّٰهُ وَرَسُوۡلُهٗ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوا الَّذِيۡنَ يُقِيۡمُوۡنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤۡتُوۡنَ الزَّكٰوةَ وَهُمۡ رَاكِعُوۡنَ‏

Artinya : “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS. Al-Ma'idah : 55)

Boleh jadi, ini merupakan isyarat bahwa ketaatan seorang hamba tidak boleh sebatas atau berhenti pada kesalehan dirinya secara individual. Seseorang harus memiliki kepedulian terhadap pada kondisi masyarakat di sekitarnya. Dengan bahasa lain, umat Islam yang baik adalah mereka yang senantiasa memposisikan secara beriringan antara ibadah individual dan ibadah sosial.

Dalam Al-Quran surah Al-Maun, Allah Swt. bahkan mengatai celaka kepada orang-orang yang melaksanakan shalat tapi abai terhadap realitas sosial di sekitarnya di mana kesenjangan ekonomi yang cukup lebar antara si kaya dan mereka yang kurang beruntung. Orang-orang yang terjebak dalam kesalehan individual seperti itu, oleh Allah Swt. dikecam sebagai pendusta agama.

اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ #َ فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَ #

  وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ #  فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ  # الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ # الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَ   # وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ ࣖۙ

Artinya :“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang salat. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya. Yang berbuat ria. Dan enggan (memberikan) bantuan”

Hadirin, Jamaah shalat jumat yang dimuliakan Allah Swt.

Secara bahasa, zakat berarti bersih dan tumbuh. Zakat membersihkan pada diri seseorang sifat-sifat yang tidak terpuji, seperti mementingkan diri sendiri, kikir, tamak dan serakah. Harta yang ada pada kita, bukanlah milik kita seluruhnya. Di sana ada hak orang lain yang harus dikeluarkan, wajib disalurkan. Mengeluarkan hak orang lain dari harta kita adalah proses pembersihan, bukan pengurangan terhadap harta yang kita miliki.

Siapa tak kenal Qarun? Ia adalah tokoh pada jaman Nabi Allah Musa As. Ia adalah sosok kaya raya yang kikir. Segunung hartanya, semenjulang itu pula kekikirannya. Sedemikian terkenalnya si Qarun, kamus kita menyebut harta terpendam yang tidak diketahui asal-usulnya sebagai harta miliknya, harat karun.

Zakat punya filosofi dan logika sendiri yang berbeda dengan logika Qarun. Harta atau hak orang lain yang dikeluarkan, kalau diukur dengan logika berfikir Qarun, maka hasilnya tentu saja berkurang. Tapi, dalam logika zakat, tidak. Harta menjadi bersih dan bertumbuh ketika dikeluarkan zakatnya.

Akan ada banyak sekali yang bertumbuh ketika zakat ditunaikan selain harta sebagaimana janji Allah Swt. Orang-orang yang berzakat/bersedekah juga akan bertumbuh ketenangan hatinya, juga kawannya. Orang-orang yang gemar memberi pasti kawannya ikut bertambah. Selain itu, akan bertambah pula kebahagiaannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh pemberi, boleh jadi, jauh melebihi kebahagiaan yang dirasakan oleh mereka yang menerima.

Tidak ada satu riwayat pun yang mengabarkan bahwa seseorang menjadi jatuh bangkrut karena berzakat. Bahkan, sebaliknya, Allah Swt. menjanjikan akan mengganti harta atau hak orang lain yang dikeluarkan dari harta kita. Tidak tanggung-tanggung, Allah swt. akan menggantikannya berkali-kali lipat.

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 261, Allah Swt berfirman :

مَثَلُ الَّذِيۡنَ يُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَهُمۡ فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنۡۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِىۡ كُلِّ سُنۡۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ‌ؕ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنۡ يَّشَآءُ‌ ؕ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيۡمٌ

Artinya : “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui”

Juga dalam surah Saba’, Allah Swt berfirman;

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Artinya : “Dan barang apa saja yang kalian nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya” (QS.Saba: 39).

Hadirin, Jamaah shalat jumat yang dimuliakan Allah Swt.

Sayangnya, tingkat kesadaran untuk berzakat seringkali lebih rendah daripada kesadaran untuk menunaikan shalat dan rukun Islam yang lain. Barangkali kondisi yang dialami oleh sebagian kaum muslimin ini dilekati oleh logika kebendaan ala Qarun sebagaimana yang terekam dalam Al-Quran :

"Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku” .

Ada anggapan bahwa yang harta yang diperoleh semata-mata karena hasil kerja kerasnya seorang diri, sehingga saat diminta untuk mengeluarkan harta untuk dibagi kepada mereka yang membutuhkan, menjadi terasa sangat berat.

Kisah keserakahan Qarun sejatinya adalah tragedi kemanusiaan agar menjadi pelajaran bagi manusia setelahnya untuk tidak meniru perilakunya, agar tidak menjadi ali Qarun, keluarga Qarun.

Jamaah shalat jumat yang dimuliakan Allah Swt.

Zakat Sebagai Jihad

Salah satu pengertian jihad adalah usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan. Jihad selalu menuntut pengorbanan. Berjuang di jalan Allah dalam rangka menegakkan kebenaran, mewujudkan masyarakat ideal yang di dalamnya tidak terjadi kesenjangan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik antar kelompok masyarakat karena penguasaan ekonomi terpusat pada segelintir orang, atau jihad apapun itu, selalu dituntut pengorbanan berupa harta benda.

Pengorbanan harta benda menempati posisi pertama sebelum jihad nyawa (nafs). Harta selalu disebut lebih dulu sebelum jenis pengorbanan lainnya, karena yang lain itu membutuhkan dana.

Kaum muslim yang melakukan jihad harta dan jiwa dinyatakan sebagai muslim yang sesungguhnya oleh Allah Swt.

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al-Hujurat: 15).

Zakat yang diperintahkan oleh Allah Swt. mempunyai makna luhur, orang yang menunaikan zakat adalah orang yang taat dan rela mengeluarkan hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan, bahkan ada yang mengatakan bahwa zakat itu termasuk jihad; Jihad untuk kemanusiaan, memerangi kefakiran dan kemiskinan, dengan tujuan mengikis ketimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat.

Dengan zakat orang kaya dapat mensucikan dirinya dari sifat rakus dan kikir, orang fakir dan miskin dapat mensucikan dirinya dari kedengkian, dan zakat juga dapat mensucikan harta dari hak orang lain, sehingga berimplikasi dapat menumbuhkan rasa kasih sayang antar sesama manusia.

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَالۡمَسٰكِيۡنِ وَالۡعٰمِلِيۡنَ عَلَيۡهَا وَالۡمُؤَلَّـفَةِ قُلُوۡبُهُمۡ وَفِى الرِّقَابِ وَالۡغٰرِمِيۡنَ وَفِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ وَابۡنِ السَّبِيۡلِ‌ؕ فَرِيۡضَةً مِّنَ اللّٰهِ‌ؕ وَاللّٰهُ عَلِيۡمٌ حَكِيۡمٌ

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS: At-Taubah : 60)

Jamaah Jumat yang sama berbahagia

Ancaman Bagi Yang Enggan Menunaikan Zakat

وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِين 

فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُم.

Posting Komentar

0 Komentar