Jika nanti kupunya sepetak kebun, akan aku tanami tanaman jangka pendek : jagung, ubi jalar dan singkong. Akan aku ajak isteri dan puteriku menanam kelapa di batas-batasnya atau mangga agar kelak kami dapat berbagi dengan pemilik kebun sebelah dari buah yang dihasilkan tanaman penanda batas tersebut.
Kami akan belajar ilmu leluhur tentang hari baik, waktu-waktu yang berberkah. Juga tentang mantra saat pertama menggali tanah, kami harus tahu. Bahwa hasil dari apa yang ditanam tidak melulu ditentukan oleh urea dan pestisida, tapi juga doa dan waktu-waktu memulai.
Memadukan dua hal yang kerap dipertentangkan, tradisi yang dianggap mitos dan ilmu terapan yang berbasis pada pengetahuan ilmiah, tentu bukanlah bid'ah dalalah, namun sebuah bentuk penjagaan, pelestarian sekaligus penerimaan.
Menyelam di samudera tradisi hingga ke palung "ussul" dan "putika" sembari dengan tangan terbuka menerima suluh dari para insinyur perkebunan. Menanam kelapa, misalnya, agar berbuah lebat tentu tidak pernah ada dalam kamus para insinyur untuk memasukkan buah aren atau biji-biji jagung ke dalam galian tanah tempat tunas kelapa akan ditanam, karena memang itu adalah domain para petani kampung yang diwarisi secara estapet dari leluhur. Itulah dunia ussul.
Memasukkan tunas kelapa ke dalam galian, boleh jadi, para insinyor tak perlu bersusah payah dan merepotkan diri menghubungkannya dengan arah mata angin. Namun, dalam tradisi, hal ini penting dan tidak boleh dipandang sebelah mata. Itulah putika, ilmu yang dipercaya oleh leluhur yang berhubungan dengan naas atau tidaknya sebuah langkah awal di masa depan.
Jika nanti kami punya sepetak kebun. Insya Allah.
0 Komentar