Header

Header

DIAMUK RINDU

"Allahumma Shalli 'Alaa Muhammad Wa Aali Muhammad"

Saat akan balik ke Sulawesi dari mengantar isteri dan dua anak ke tanah lahir isteri di Bunutan, sebuah dusun mungil yang terletak di tengah sawah di kecamatan Prajekan desa Bandilan kabupaten Bondowoso - Jawa Timur. Asap dari batuk gunung Raung terlihat jelas dari kampung mungil ini. Kedua anak saya sudah lelap direngkuh lelah setelah bermain seharian ketika saya sedang membereskan semua barang bawaan ; pakaian, dua lingkar kue besar enak sekali yang sengaja dibuat oleh ummah, nasi dua bungkus, charger hape dan tentunya si bening batu ajaib penawar segala aroma tak sedap alias batu tawas. Kenapa batu tawas? karena reksona terlalu mainstream dan kapitalis, penuh konspirasi untuk menjerat para pemakainya.

Karena anak perempuan saya, Janeeta Letana (Tata), karib betul dengan saya, saya jadi berpikir bagaimana jika besok pagi ia bangun dan tidak mendapati saya di antara ibu, nenek dan kakeknya? Imajinasiku tentang bengisnya rindu akan memeras matanya yang bola pingpong semakin menjadi-jadi. Detik ke detik, saya semakin terbawa perasaan saja. Isteriku, haqqul yaqin, tentu bisa saya tenangkan, sekencang dan sebadai apapun rindu mengamuk di hatinya, rindu padaku.

Anak kedua tentu tidak terlalu saya khawatirkan, belum kukenalkan padanya rindu. Anak kedua ini sebelum lahir sudah saya siapkan dua nama untuknya, Ain Syams Nizami. Pemilik nama ini adalah pemudi cantik, sholehah, takwa yang menjadi sumber inspirasi bagi Syaikh Akbar Ibnu Arabi dalam menggubah syair-syair yang dihimpun dalam kitab Turjuman Al-Asywaq (Terjemah Rasa Cinta), berharap kelak ia menjadi terang bagi semua sebab pengetahuan yang dimiliknya. Itu nama yang pertama. Nama kedua adalah Nunah Fatimah, salah seorang guru spritual Ibnu Arabi, perempuan suci dari Sevilla. Seorang wanita yang dihadiahi Tuhan surah al-fatihah. Tentang beliau bisa dilihat disini : (http://beritabroadcast.web.id/syaikhah-nunah-fatimah-perem…/). 

Silakan yang ngefans sama Real Madrid atau Barcelona tidak masalah kok murtad dari dua klub besar dan mentereng itu dan hengkang ke Sevilla. Saya sih tetap merekomendasikan AC. Milan. 

Tapi, karena anak kami lahir laki-laki, maka dua nama itu disimpan dulu, dan Muhammad Ibnu Rushd sebagai gantinya.

Setelah semua barang bawaan saya pastikan tidak ada yang tertinggal, saya minta isteri mengambil satu gelas air. Saya baca shalawat dan alfatiha serta sebaris mantra yang muasalnya dari dunia "ussul" lalu saya tiupkan ke air tersebut. Sinkretisme? tak masalah, toh seikhlas hatiku tetap meminta kepada Allah satu-satunya, bukan kepada mantra yang dirapal, juga bukan kepada yang lain. 

"Minumkan air ini pada Tata ketika ia bangun", pesan saya pada isteri tercinta. 

Tak masalah anak saya tidak pernah merindukan dan mengingat saya, yang penting hari-harinya selalu ceria saat kami berjauh-jauhan. Tak masalah saya dilupakan, toh saya tetap dan akan selalu ada untuknya, merindukannya, mengkhawatirkannya, dst, dst, dst. Biarlah saya yang didera rindu, tak masalah imajinasiku tentang rindu yang mengerikan itu berbalik menghantam saya dua kali lipat atau berlipat-lipat kali berlipat-lipat. Begitu pinta saya pada Tuhan. Pasrah sepasrah-pasrahnya. Mungkin memang lebay dan baper, tapi siapa yang mau peduli sama setan. 

Setelah doa menyatu dan bersenyawa dengan air dalam gelas, isteri saya bertanya : "apa saya harus minum juga?". "tidak usah", jawabku. Tapi, dalam hati saya membatin "kalau kamu tidak mau merasakan bagaimana nikmatnya ketika kerinduan mengirismu menjadi bagian-bagian kecil, silakan diminum, sayang".

Akhirnya, setelah beberapa jam tiba juga di Juanda sebelum subuh. Antimo memang terasa sangat ampuh mempersingkat perjalanan. Dan, ternyata ada juga yang tertinggal di rumah, sikat gigi. Perjalanan Surabaya - Mamuju tidak usah diceritakan karena butuh kasur, bantal dan juga kresek.

Setelah beberapa hari berpisah dengan isteri dan anak-anak, pintaku dikabulkan Tuhan. Anakku, Tata, selalu ceria dan tampak tak menyisakan ruang rindu untukku. Sementara saya, dikepung rindu dari segala penjuru. dari arah senyum kedua anakku, tangis, matanya, senyum isteri, rajukan, dan pintanya yang sedikit memaksaku menggunakan sisir ketika saya hendak merapikan rambut.

Salam dari ayah dua anak yang diamuk rindu.

Terinspirasi dari
 : http://muhsinlabib.com/pribadi/prahara-rindu

Posting Komentar

0 Komentar