Suatu ketika di kampung, di penghujung bulan ramadhan, di depan lorong menuju lapangan sepakbola milik tim yang kini bernasib mirip Arsenal, tidak pernah angkat tropi, Mandala Putra Lembang-Lembang, di bawah temaram lampu jalan terjadi perdebatan sengit antara Kalla'ba versus Borahing.
Kalla'ba adalah pemuda yang dalam urusan perempuan berhaluan progresif dengan latar belakang pendidikan kesehatan. Di pihak lain, berdiri Borahing, seorang tua yang akrab dengan kopiah hitam dan domino serta dikenal konsisten memegang ajaran leluhur.
Borahing, misalnya, jika ada seseorang yang menepuk bagian tubuhnya, maka ia akan membalasnya dengan tepukan yang sama. Dalam pandangan Borahing, setiap tepukan bisa saja mengandung unsur magis. Tepukan balasan, dalam pandangan Borahing, diyakini berfungsi melumpuhkan unsur magis yang disisipkan dalam tepukan. Karena itu, jika hari ini ia tidak sempat membalas, besok atau kapan saja ada kesempatan pasti dibalas. Borahing lebih populer dengan nama Manis, meskipun manisnya sendiri kurang populer dan cukup sulit diakses.
Perdebatan keduanya berlangsung sangat alot. Tidak seorang dari mereka yang surut sejengkal pun dari titik pijak argumennya. Keduanya sama-sama kuat. Yang menjadi titik sentral perdebatan mereka adalah "apakah manusia yang kepalanya terlepas dari badan sudah pasti meninggal?"
Menurut Borahing, pasti mati! Borahing menjelaskan dengan singkat, padat, jelas dan tegas argumennya. Kalla'ba yang suka bantah-bantahan menyelisihi pendapat Borahing. "Jangankan sekedar dipenggal, bahkan jika tubuh manusia ditabrak pesawat dan hancur lebur seperti terigu, kalau belum sampai ajalnya tidak akan mati", tegas Kalla'ba sambil memperbaiki posisi duduknya. Demikianlah, keduanya terus berdebat dengan argumen yang sama-sama kuat dan cenderung berputar-putar. Hingga akhirnya mereka menyudahi perdebatannya.
Kalla'ba muda meyakini bahwa sesuatu baru akan terwujud jika ada campur tangan Tuhan. Kalla'ba boleh jadi terlihat berpandangan aneh, tapi sebenarnya di belakangnya berdiri dua tokoh besar dari dunia timur dan barat. Dari dunia timur, di ranah teologi, ia disokong oleh hujjatul islam Imam Al-Ghazali dan David Hume dari dunia barat pada wilayah epistemologi. Keduanya adalah tokoh yang menolak hukum kausalitas (sebab akibat) dengan motif yang berbeda. Al-Ghazali dan David Hume menganggap bahwa hukum kausalitas itu tidak lebih dari urutan peristiwa yang sering kita saksikan sehingga kita menganggap hukum kausalitas itu benar-benar eksist.
Sementara itu, Borahing juga tidak sendirian dalam masalah ini. Suatu keadaan yang sangat berbeda dengan malam-malamnya yang selalu ia nikmati sendiri. Di belakang Borahing berdiri Ibnu Rusyd, seorang filosof muslim yang berseberangan pandangan dengan mentor Kalla'ba, Al-Ghazali dan David Hume. Menurut ibnu Rusyd, untuk terwujudnya sesuatu keadaan mesti ada daya atau kekuatan yang telah ada sebelumnya.
Jadi, perdebatan Kalla'ba dan Borahing beberapa tahun silam itu merupakan ulangan dari bantah-bantajan al-Ghazali dan Ibnu Rusyd ratusan tahun lalu. Wallahu alam.
0 Komentar