Segala sesuatu, jika ia dicipta atau keberadaannya membutuhkan sesuatu yang lain sebagai sebab agar sesuatu itu mengada, maka dipastikan sesuatu itu bukan Tuhan. Karena Tuhan sebagai sebab utama segala yang maujud tidak butuh sebab apapun atas keberadaannya.
"Innallaha 'ala kulli syaiin qadir" (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu)
Pernahkah anda dihadang pertanyaan yang memproblematisasi kemahakuasaan Tuhan? Pertanyaan tersebut pertama kali dilontarkan oleh Ibnu Rusyd yang kemudian dikenal sebagai omnipotence paradoks. Pertanyaan yang sekilas tampak jawabannya gampang-gampang saja. Namun masalahnya, jika dijawab dan apapun jawabannya, pertanyaan selanjutnya bukannya malah semakin gampang, tapi cemakin cucah, hingga membuat kelapa panas serta hati menjadi geram, dan...Haaaasyyuu!!!.
Pertanyaan sinting (maksudnya berpotensi bikin sinting) untuk para pengiman Tuhan dengan nalar level tinju helem tiga ronde macam saya. Haahha. Kalau yang nalarnya sudah level langit dan sudah bisa mendeteksi bahaya dari jarak wanginya surga bisa dicium, lain soal.
Pertanyaannya begini :
Mampukah Tuhan menciptakan Tuhan selain-Nya? Atau bisakah Tuhan menciptakan seorang anak lebih tua dari ayahnya sendiri?
Saya menduga kuat bahwa orang yang dulu gemar melontarkan pertanyaan sinting macam itu adalah orang yang sebenarnya juga bingung alias tidak punya jawaban memadai dengan argumentasi yang kuat saat ditanyakan kepadanya pertanyaan yang sama. Kemungkinan mereka juga adalah korban. Namun, karena yang dahulu menainyainya juga tidak punya jawaban, maka disuruhlah si korban cari jawaban sendiri. Nah, si korban inilah yang sampai kepada saya dengan gaya sok-sok pemikir ala-ala agnostik, atheis, padahal sebenarnya setiap malamnya tidak bisa tidur kalau belum menunaikan shalat isya. Jadi, orang-orang yang suka melontarkan pertanyaan sinting itu pada hakikatnya sedang dalam upaya menemukan jawaban. Akan tetapi, ketika yang ditanya tidak bisa menjawab, maka ia berlagak seolah-olah ia tahu jawabannya dengan aneka ekspresi yang tak kalah seolah-olahnya.
Untuk jaga-jaga, ini ada jawaban yang semoga bermanfaat dan bisa menjadi perisai sekaligus senjata untuk mematahkan pertanyaan sinting yang berpotensi melemahkan iman itu.
1. Setiap tindakan yang ada kaitannya dengan kuasa mesti bersifat "mungkin terealisasi". Maka, sesuatu yang secara substansial tidak mungkin terwujud, atau sesuatu yang meniscayakan kemustahilan, tidak ada hubungannya dengan kuasa. Ungkapan bahwa Allah swt Mahakuasa atas segala sesuatu, tidak berarti bahwa Dia, katakanlah, mampu menciptakan Tuhan selain-Nya, karena Dia adalah Tuhan yang artinya Zat yang tidak diciptakan.
2. Kuasa atas segala tindakan tidak menuntut zat yang berkuasa untuk melakukan segala tindakan yang sanggup Dia lakukan. Akan tetapi, Dia hanya akan melakukan setiap tindakan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Allah swt yang mahabijak tidak menghendaki kecuali tindakan-tindakan yang baik dan bijak. Dia tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik dan tidak bijak, meskipun Dia Mahakuasa dan mampu untuk melakukan tindakan yang buruk dan mungkar.
3. Kuasa juga mengandung ikhtiar (kebebasan). Disamping Allah swt memiliki derajat kekuasaan dan kemampuan yang paling tinggi, Dia pun memiliki ikhtiar yang paling tinggi dan sempurna. Tidak mungkin ada faktor apapun yang memaksaNya untuk melakukan suatu tindakan atau mencabut ikhtiar dariNya.
(Sumber jawaban : Iman Semesta - Muhammad Taqi Misbah Yazdi)
0 Komentar